"I say never be complete. I say stop being perfect. I say let's evolve. Let the chips fall where they may." —Fight Club

Kamis, 15 Januari 2009

Wawancara dengan Soesilo Toer

(ini wawancara dengan Pak Soesilo Toer, adik dari Pramoedya Ananta Toer, terkait dengan basis ekonomi alternatif)


INTERVIEW

Soesilo Toer: Saya Bersyukur Hanya Sebentar Jadi Pegawai Negeri


Bapak dengan seorang anak ini adalah anak ke-7 dari 9 bersaudara, keturunan Mas Toer, kepala sekolah Institut Boedi Oetomo (IBO) di Blora. Beliau lahir di Jetis, Blora, 17 Februari 1937 dengan nama Soesilo Toer.

Tahun 1950, Soes kecil menamatkan sekolah dasarnya. Tahun 1957 menamatkan SMA, kemudian melanjutkan ke Akademi Keuangan di Bogor.

Dari kota hujan tersebut dia memutuskan untuk meneruskan sekolah di Rusia, hingga pada tahun 1967 tamat dari Universitas Lumumba dengan gelar MSc. Karir pendidikan Soes terus menanjak dengan menamatkan pendidikan di Institut Plekhanov pada tahun 1971 dengan gelar DR.PhD.

Seperti jenjang pendidikan yang dia tekuni, bidang kerja yang dilakukan Soes juga sangat beragam. Soes pernah bekerja di Interpress sebagai korektor, Redaktur Majalah IPPI (Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia), Dewan Pengawas Keuangan di Bogor, Perusahaan Marga Bhakti –sebuah perusahaan Export-Import Belanda yang dinasionalisasi. Selain itu dia pernah kerja di APN (Agen Berita dan Penerbitan) dan radio Moskwa. Tak ketinggalan dengan kerja-kerja sosial, lelaki bercambang ini juga pernah ikut membangun pembangkit tenaga listrik terbesar di Rusia, di kota Bratsk, Siberia –sebuah kota yang terletak di tepi Sungai Angara, kerja pertanian di Altai, membetulkan rel kereta api Trans-Siberia di Irkutsk dan pertanian kolektif di Moldavia –sebuah Republik dekat Ukraina.

Tahun 1973 Soesilo kembali ke tanah kelahirannya: Indonesia. Namun, karena perbedaan pandangan politik saat itu, tahun 1973-1978 oleh rezim militeristik Orde Baru dia dipaksa merasakan pengap dan dinginnya penjara di Kebayoran Lama. Nasib baik masih berpihak padanya waktu tahun 1986-1990 diangkat menjadi dosen tingkat Lektor Madya di Universitas Tujuhbelas Agustus-Jakarta. Karirnya terus merangkak ketika tahun 1988 menjadi Rektor Universitas Bhakti Pertiwi di Bekasi dan tahun 1990-2003 masuk dalam jajaran Litbang (Penelitian dan Pengembangan) Perguruan Rakyat di Jakarta.

Saat ini, di usia 71 tahun, beliau bersama istrinya tinggal di Blora, mengelola perpustakaan PATABA (Pramoedya Ananta Toer Anak Blora) dengan berkebun sebagai aktifitas kerja lainnya.

Berikut ini petikan wawancaranya dengan Eko Arifianto di rumah bersejarah yang beralamatkan di Jl. Sumbawa 40 Jetis, Blora.


Bisa diceritakan sejarah singkat berdirinya PATABA?

Perpustakaan PATABA sebenarnya tadinya mau didirikan bertiga: saya, Pak Koesalah dan Pak Pram. Tapi karena Pak Pram mendadak meninggal, akhirnya saya ambil alih dan langsung dengan buku-buku yang saya punya saya dirikan PATABA, lahir bersamaan dengan meninggalnya Pak Pram, tanggal 30 April 2006.


Apa visi dan misi dari PATABA?

Visi yang utama adalah perpustakaan desa. Sedangkan misinya untuk mencerdaskan lingkungan, terutama masyarakat RT.01 RW.01 Kelurahan Jetis sini. Tapi kemudian justru diminati oleh banyak pihak, termasuk orang dari luar Blora, antara lain Malang, Semarang, Jogja, Bandung, Palembang, Pati,.. kemarin juga dari Kalimantan. Ya, mungkin karena nama Pram, kalau nama saya sendiri kan tidak ada yang kenal..


Koleksi buku apa saja yang ada di PATABA?

Ada Ensiklopedi Britannica, buku-buku bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Rusia, dll. Kalau dari segi ilmu hampir semua ilmu ada. Filsafat, Sejarah, Hukum, Sosial, Politik, Budaya, dan lain-lain.


Tiap perpustakaan mempunyai kelebihan. Apa yang membedakan perpustakaan PATABA dengan perpustakaan lainnya?

Pertama: Karena tidak ada katalog, para peminjam mencari sendiri buku-buku yang dibutuhkan. Sengaja disederhanakan, supaya mereka yang punya minat baca datang mencari buku-buku yang disukai. Kedua: Rumah yang digunakan Pram dulu ini bisa menjadikan kesakralan tersendiri bagi para pengunjung. Ketiga: Gratis, hehe, malah kalau ada makanan atau minuman ya disuguhin.. dan kalau ada tamu dari luar kota ya bisa nginep di sini. Tapi ada juga kekurangannya, yaitu kurang kontrol dan banyak buku yang tidak kembali!


Bagaimana respon masyarakat dan institusi pemerintah setempat?

Banyak masyarakat yang datang; dari anak SD hingga mahasiswa, doktor, pendeta dan peneliti. Respon pemerintah setempat belum ada. Rencana mau bikin profil tentang PATABA, tapi hingga sekarang belum ada kelanjutannya.


Dari mana buku-buku tersebut diperoleh?

Ada buku-buku sumbangan dari Kunarto Marjuki dari LPAW, dari SuperSamin, Sekolah Katholik Blora, agen majalah Bintang, Universitas Airlangga, SMPN 5 Blora, pengarang Jawa Hoery, Gunawan Budi Susanto, Djoko Pitono, Johan Khoirul Zaman, M. Akrom Unjiya, Ajip Rosidi, termasuk sumbangan dari bapak Suparwadi, Astuti A. Toer, dan lain-lain. Yang utama koleksi buku Pak Koesalah..


Berapa banyak jumlah buku yang ada di PATABA sekarang ini?

Kurang lebih semua ada 3000 buku lebih.


Bagaimana proses sirkulasi buku di PATABA?

Untuk pengunjung yang baru datang, saya sediakan “Buku Tamu” agar saya kenal nama dan alamatnya. Kalau untuk peminjam buku saya tulis di “Buku Khusus”, waktu peminjaman 1 minggu.. 2 minggu..


Bagaimana dengan pembiayaan dan manajemennya?

Kadang ada yang dengan sukarela membantu.. 50 ribu… 100 ribu, dibelikan lakban dan isolasi untuk perawatan buku-buku. Panitia 100 Tahun Pers Nasional dulu juga pernah membantu 500 ribu, yang saya gunakan membuat acara “2 Tahun Meninggalnya Pram”. Untuk membuat makanan, minuman, poster, pamplet dan lain-lain. Hasil kebun juga banyak membantu keberadaan dan pengelolaan perpustakaan. Ada 20 jenis pohon yang nantinya menghasilkan buah. Pisang, mangga, asem, rambutan, nangka, durian, jambu, alpukat… Apalagi nanti kalau pohon jatinya sudah besar akan menjadi basis ekonomi yang kuat di kemudian hari.


Bagaimana Anda membagi waktu antara kerja, keluarga dan mengurusi perpustakaan?

Bangun tidur.. membantu istri di dapur… nyiramin tanaman… bakar sampah… belah kayu bakar… ke pasar… nunggu perpustakaan… tidur… kliping… baca koran... baca buku... Tak ada timetable. Santai.


Menurut Anda, “Basis Ekonomi Alternatif” yang ideal itu seperti apa?

Satu: Mandiri. Niat dan tekad untuk mandiri! Semua ide yang konstruktif dan positif cuma tiga persen, sisanya adalah keringat! Saya tidak malu mengambil sampah dan kotoran kambing dari tetangga. Saya bakar, abunya saya sebarin ke sekitar tanaman. Sekurus-kurusnya tanah kalau dirawat akan menghasilkan. Masyarakat kebanyakan masih melihat dengan kacamata berbeda, padahal keberhasilan hidup bukan jatuh dari langit. Dua: Bidang yang bisa menghidupi. Kalau mau jualan, silahkan.. Pisang goreng? Silahkan! Modalnya tidak banyak... Yang penting jalan dulu… Berbuat kesalahan itu manusiawi.. Kesandung itu biasa, dan menyadari diri sendiri itu dewasa. Tiga: Kerja keras. Keringat! Kita tidak boleh menyerah pada keadaan! Jangan lewatkan kesempatan, itu kebodohan! Semua kerja positif itu mulia!


Punya pengarang favorit beserta karyanya yang cukup berpengaruh dalam kehidupan Anda?

Trisno Yuwono, seorang sersan, penulis cerpen. Orangnya agak gila, sadis, suka menyiksa istrinya. Syukurlah istrinya seorang masokis –dia menyukai perlakuan sadis suaminya. Tapi karirnya meredup setelah memecahkan rekor MURI sebagai penerjun payung sebanyak seribu kali! Pramoedya, karya “Bumi Manusia” dalam tetralogi Pulau Burunya. Riyono Pratikto; tapi saya kurang suka lagi ketika dia patah semangat waktu diindikasi G30S; jadi cengeng. Mochtar Lubis dengan karyanya “Jalan Tak Ada Ujung” dan Mangunwijaya. Kalau pengarang luar negeri Dostoyevsky, Ostrovsky karyanya “Bagaimana Baja Ditempa”, Ernest Hemingway “The Old Man and The Sea”, Eiji Yoshikawa “Musashi”.


Apa aktifitas PATABA beberapa waktu belakangan ini?

Belakangan PATABA bukan cuma sibuk dengan perpustakaan, tetapi juga aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Rumah Jalan. Sumbawa 40 terbuka bagi kegiatan berbagai LSM/ kelompok sosial yang ikut dalam Komunitas Pasang Surut, biasa disebut dengan Pertemuan 30-an. Komunitas ini terbentuk setelah peringatan 2 tahun meninggalnya Pramoedya Ananta Toer tanggal 30 April 2008 lalu. Komunitas ini aktif dalam pelestarian lingkungan, termasuk Kali Lusi. PATABA juga tempat pertemuan LESM Jarak, tapi belakangan agak surut.


Bagaimana Anda menyikapi perkembangan bangsa sekarang?

Di era Orde Lama rasanya bangsa ini pernah dinilai sebagai mercusuar di Asia, Afrika dan Amerika Latin, juga di banyak Negara Barat. Tapi lahirnya Orde Baru merusak nilai-nilai positif tersebut. Jatuhnya Orde Baru dan era reformasi sampai detik ini belum berhasil mengembalikan citra Orde Lama. Bangsa terus dirundung oleh berbagai pengeroposan dari korupsi, konflik etnis, hegemoni keyakinan, rusaknya tatanan otonomi daerah, semua itu menunjukkan bahwa bangsa ini belum juga dewasa, padahal sudah lebih 60 tahun merdeka. Politik bukan sebagai sarana pemahaman mengelola atau membela negara tetapi sebagai ajang perebutan kedudukan dan asset negara. Mereka buta akan sejarahnya sendiri. Tidak tahu bagaimana cara merubahnya, yang jelas harus ada tokoh yang bisa memberi contoh seperti India dengan Gandhi-nya, Vietnam dengan Paman Ho-nya, atau sekalian tokoh yang kejam karena sejarah membuktikan itu di negeri ini!


Hehe.. Bisa diceritakan tentang rencana PATABA yang akan datang?

Rencana saya menyusun perpustakaan yang akan dikelola secara profesional, dengan katalog buku-bukunya. Tapi susah cari orang idealis sekarang! Sulit untuk mempercayai orang! Perpustakaan sebagai tempat orang-orang belajar. Kalau orang kaya.. berhasil.. itu biasa, tapi kalau orang miskin, cacat.. berhasil.. itu luar biasa! Pendidikan keluarga lebih penting daripada pendidikan formal. Saya menolak teori dan test IQ. Belajar, bekerja, untuk menjadi manusia yang bebas merdeka, bermartabat dan punya harga diri. Kalau kata Pram: ”Jangan pernah minta-minta!” Saya bersyukur hanya sebentar jadi pegawai negeri, tidak punya banyak dosa yang menyengsarakan Rakyat!


Oke, mungkin ada yang ingin disampaikan kepada para pembaca?

Saya berat untuk menasehati orang, saya lebih suka dinasehatin –soalnya nasehat saya tidak manjur! Saya anggap diri saya orang yang gagal!



Untuk informasi lebih lanjut tentang PATABA, hubungi:
Soesilo Toer
Jl. Sumbawa 40. Jetis. Blora - Jawa Tengah
Telp. (0296) 5100233

Foto: Eko Arifianto

1 komentar:

Anonim mengatakan...

terimakasih mas eko atas infonya. minggu dapan saya menemui pak soesilo

Posting Komentar